Simulasi Ekspedisi

>> Friday, July 31, 2009





Paman Buaya atau Taman Buaya, masih belum jelas mana yang benar. Nama tersebut adalah nama tebing yang menjadi lokasi simulasi panjat tebing kedua yang dilakukan oleh tim ekspedisi Toraja 2009 Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Edelweis Fakultas Ilmu Budaya Unhas 23-26 Juli 2009. Kami tidak sempat menelusuri mengapa namanya seperti itu. Yang jelas beberapa protes muncul jika seseorang menyebut paman buaya begitu pula sebaliknya. Tebingnya berada di desa Taddeang kabupaten Maros, sekitar 4 km arah timur permandian alam Bantimurung.
Perlu berjalan kaki beberapa menit untuk mencapai dasar tebing. Melewati perkampungan penduduk, bekas galian tanah yang katanya menjadi tanah timbunan jalan di Makassar dan perkebunan. Beberapa meter sebelum mencapai dasar tebing, tanjakannya cukup menguras tenaga.
Hari sudah menjelang sore, hujan baru saja reda sehingga jalan tanah yang kami lewati lengket pada sandal yang kami pake. Tim pendahulu hanya enam orang; Saya, Muklis, bang Nevy, kak Eman, Rini dan Neo. Itupun Neo tidak sempat angkat barang sampai di dasar tebing yang menjadi tempat camp. Jadi kami berlima yang harus menyelesaikan tugas mengangkat barang yang terdiri dari beberapa potong barang; 4 carrier, genset, kompor, tabung gas, 3 karung, 1 galon, dan 1 whiteboard. Dengan semangat tinggi kami menyelesaikan dengan susah payah. Menjelang malam Chimenk, Indra dan Patrik datang.

Sebelum malam camp kami sudah siap, kecuali genset yang sempat macet, padahal gelap sudah mulai menyerang. Maklum, tidak ada diantara kami yang genseter (istilah untuk yang jago genset) terpaksa semuanya mendadak menjadi tukang genset dadakan. Setelah mengutak-atik seberapa saat, gensetpun menyala dengan satu kali tarikan dari kak eman, sejak itu kak eman didaulat menjadi genseternya.
Malam dilalui dengan diskusi, bercanda tentang apa saja. Yang menjadi sasaran adalah Mukhlis yang baru saja bermasalah dengan perasaan. Nasihat-nasihat baik yang positif-maupun negatif silih berganti keluar dari bibir kami. Sementar itu rintik-rintik hujan masih sekali-kali terasa mengguyur daun-daun bagian luar dasar tebing. Setelah briefing kami istirahat untuk memulai pemanjatan keesokan harinya.
Tiga hari kami bekerja di tebing. Membuat jalur pemanjatan termasuk baru buat kami yang menjadi tim ekspedisi (Saya, Indra, Petrik dan Chimenk). Kami membuat jalur sedikit lambat hingga sesekali terdengar teriakan “kaya orang Jawa saja!’ coba lebih cepat lebih baik!. Malam minggu kami berempat bermalam di atas tebing. Segala keperluan kami ditransfer lewat tali termasuk makanan.
Akhirnya, pada hari kami berhasil menyelesaikan jalur kira-kira 40 meter. Ada perasaan puas tersendiri bagi kami. Kami berhasil menaklukkan emosi, menumbuhkan kerja tim. Ada perasaan haru ketika menghadapi kenyataan bahwa satu malam hidup hanya lima kali satu meter ketika bermalam di atas tebing. Tapi ini hanyalah simulasi sebelum menghadapi ekspedisi sesungguhnya di Toraja bulan oktober mendatang yang tingginya sekitar 120 meter. Yang jelas kami melakukan ini bukan untuk menjadi pemanjat tapi untuk menjadi manusia.
Viva edelweiss……

Read more...

Memanjat tebing Maros

>> Thursday, July 9, 2009



team work....

Read more...

  © e-production