jejak anak XIII di tebing kura-kura (sebuah laporan perjalanan)
>> Wednesday, September 26, 2007
Sabtu sore, tatkala mentari mulai condong ke barat beberapa anak manusia yang mengatasnamakan diri sebagai pencari kebebasan tengah sibuk mempersiapkan perjalanan ke bumi Buttasalewangeng, Maros. Anti dan Ria berbelanja di pasar daya sementara persediaan rangsum yang masih kurang di lengkapi oleh kanda Imran di Top Mode. Sedangkan OPF, kanda Dedi tengah sibuk atau hampir tenggelam di tengah peralatan climbing dan camp yang ia kemas ke dalam beberapa carrier. Tak terlupakan saudara kami yang manis, Nena dan para pejantannya anak XIII Petrik dan Chimenk. Kami dilanda kebingungan mengingat perjalanan yang akan di tempuh memerlukan biaya yang cukup banyak sementara kantong para edelweiser tengah berdemonstran dan dilanda badai kekeringan. Hanya satu yang tak terlupakan kami masih memeiliki setumpuk kemauan dan sisa semangat peninggalan pejuang 45. Berbekal keberanian atas segala resiko kami memulai perjalanan yang di tandai doa bersama sekaligus pelepasan di depan FIB- 33 FS-UH. Setumpuk resah di dada berkecamuk rapi meratapi perjalanan yang minus PPAT. Kami teringat sebuah kalimat “ kalau tanpa PPAT apa bedanya kegiatan pecinta alam dengan sekedar wisata?”
Untuk sampai ke tebing kura-kura harus melalui rute Maros, diperkirakan akan menghabiskan banyak uang dengan perincian :
- kampus-pintu dua 1.500,-
- pintu dua-Sudiang 2.000,-
- Sudiang-Maros/ Tebing kura 7.000,-
10. 500,-
Artinya sekali perjalanan menghabiskan dana sebesar 10.500,-/orang dikali 2 untuk biaya pulangnya sehingga berjumlah 21.000,-. Untungnya sebuah ide kreatif menyelesaikan masalah keuangan tersebut. Dengan asumsi kami bernegoisasi dengan sopir pete-pete jurusan Maros sehingga dana bias di press, setiap orang hanya membutuhkan 7.000,- sekali pemberangkatan. Sebisa mungkin kami meminimalisir pengeluaran mengingat dana yang terkumpul sangat terbatas jumlahnya. Hanya bermodalkan 25.000,- untuk transportasi dan rangsum.
Berikut beberapa daftar rangsum yang kami sertakan dalam perjalanan:
- Beras
- Minyak goreng
- Mie instant
- Biscuit
- Roti tawar, seres dan mentega
- Ikan kering
- Gula, teh, kopi, susu
- Kerupuk panda
- Sayur-mayur, bawang.
Adapun perlengkapan yang lainnya: spiritus, tabung, minyak tanah, lilin. Selain yang tidak disebutkan di atas merupakan perlengkapan pribadi.
Suara azan bersenandung merdu ketika kami masih dalam pojokan pete-pete yang sumpeknya minta ampun. Sekitar pukul 19.00 rombongan tiba di tempat tujuan, kampung mata air, atau para edelweiser menyebutnya tebing kura-kura Maros. Dengan naungan cahaya redup kami menelusuri pematang sawah yang menghubungkan perkampungan dengan tebing kura-kura. Sesampainya, para edelweiser segera menaksir lokasi yang starategis untuk camp. Di atas hamparan sebilai tenda diletakkanlah berbagai peralatan mulai dari peralatan masak, climbing sampai urusan pribadi. Di sisi selatan didirikan dua buah tenda dome yang sekiranya mampu menampung para putri edelweis, (cieee dijaga nieh… ya iyalah mpok). Dengan keromantisan alam yang memanjakkan kami bercanda riah disertai pemberian materi tali-temali oleh kanda-kanda yang sudah dijamin kualitasnya. Wasyitt…
Kicau burung disertai semilir angin meramba lembut ke camp. Para edelweiser satu persatu bangkit dari alam mimpinya. Ada yang sholat shubuh, mengambil air, membuat perapian. Oh indahnya pagi ini kawan, kita dipayungi rona kebersamaan untuk mengarungi samudera harapan dan cita-cita yang kelak mengantar kita pada kemenangan. Sepiring roti yang telah diolesi mentega dan seres serta beberapa bungkus biscuit, serta hangatnya secangkir kopi yang membasahi kerongkongan sekaligus penyejuk sukma.
Pukul 08.00, setelah breakfast di bawah komando kanda Indra kami berolahraga, jogging, sekedar persiapan untuk kegiatan climbing nanti. Setelahnya, menelusuri tanjakan kecil menuju tebing. Di
Semangat… semangat para edelweiser. Meskipun ini bukanlah yang pertama kalinya kami melihat segala peralatan ini namun, rasa ingin tahu serta semangat yang terluntai membuat kami senantiasa antusias mencoba dan terus mencoba. Yang pastinya kami bisa… ascending, climbing, rappelling. Meskipun, satu diantara kami harus menitikkan air mata karena kecerobohannya sehingga keliru dalam penggunaan alat. Mungkin juga karena ada ras was-was keburu gak bisa beranjak dari kernmantel.
Menatap tebing yang kukuh itu rasanya tak akan bosan. Pikiran terlampaui pertanyaan yang sekedar berkutat tanpa jawaban. Hanya saja tebing-tebing ini tak pernah menyayangi manusia dengan setulus hati, ia diam, termangu dan rela atas perlakuan apa saja terhadapnya. Sesekalipun ia tak bergeming, terkecuali yang di atas menginginkannya luluh dalam sekejap. Itulah segala rahasia alam yang manusia tak akan mampu menjawabnya, sesekali hanya terbesit penafsiran.
Srek… terhambur bebatuan dari ketinggian tebing. Petrik hampir saja dihempaskan oleh keganasan tebing. Masih disisakan detak jantung yang teramat cepat, Kanda Acha mengalami hal yang serupa pada hari berikutnya. Untungnya, semuanya dapat terkendali dan tebing-tebing itupun masih menaruh sedikit sayang dalam kebisuannya.
Sebenarnya alam ini penuh dengan kedamaian hanya saja terjadinya banjir, gempa bumi, tanah longsor dan sebagainya merupakan perilaku alam untuk menyeimbangkan dirinya dari kejahilan tangan-tangan manusia yang selalu merampas keasrian alam.
Malam senin, atas komando kanda Acha tralala trilili dengan semangat juang 45 kami menelusuri kegelapan malam yang hanya ditemani cahaya senter, melintasi petak-petak sawah yang baru dan masih sementara dipanen. Kirain petak sarung gadjah duduk. Hahaha…
Naik turun bukit, menerjang batang bambu, terkadang harus ngesod disebabkan
Keesokan harinya, setelah breakfast kembali kami merajut langkah menuju tempat kediaman si
Kanda Imran memperkenalkan beberapa bagian goa yang sempat dijumpai dalam caving tersebut. Kami sempat melihat beberapa pilar yang besar ataupun kecil, stalactite, stalacmite, curtain, gourdam, couli flower. Semua terkesan indah, terkadang harus merayap, melompat, menunduk bahkan ironisnya seketika itu juga mempraktikkan materi climbing, gimana tidak, salah satu goanya hanya bisa dicapai jika melalui tebing pendek atau alternative lainnya adalah memanjat lewat sebatang pohon bamboo, untuk melewatinya harus ekstra hati-hati. Alhasil kami mencapai goa tersebut sayangnya lorong-lorong yang sempit dan buntu tak mengijinkan kaki dan mata ini menginjak serta menyaksikan keajaiban alam yang tuhan sembunyikan, dan untuk menyaksikan segalanya kita harus berjalan, menelusuri serta mencari tahu, takkan mungkin jika kita hanya memimpikannya dalam pelukan bantal di atas kasur. Tentu kita harus melangkahkan kaki ini.
Kabut yang menari-nari lembut seakan turut mewarnai langkah kami yang penuh dengan segala hasrat untuk menjadi tahu. Di samping itu, sempat kami menyaksikan aktivitas para petani di sawah yang dengan girangnya menuai harapan kelak mampu memenuhi panggilan perut.
Atas arahan kanda Imran, kami berputar-putar tak tentu arah mencari goa yang sudah terlupakan, menerawang kesunyian serta keremangan dalam rawa yang ditumbuhi pohon nifa. Penduduk setempat memfungsikan daunnya untuk pembuatan atap rumah. Akhirnya, dengan pikiran nihil yang memang tak terencanakan, kami kesasar dengan halusinasi mengikuti jejak seorang petualang ulung yang berakhir dengan pembodohan. Sebenarnya, kami tak menyebutnya sebagai pembodohan hanya saja kurangnya sikap tanggap yang membuat kami keliru yang kemudian turut saja tanpa berpikir. Nah… ini adalah sebuah pelajaran untuk perjalanan yang lain. Harus lebih resfek untuk segala kemungkinan.
Dengan wajah memelas kebelet, Petrik berlari dan meninggalkan tim untuk kemudian bisa mencapai tempat pembuangan dimana ia bisa melepaskan hasrat yang tersembunyi. Ironisnya, saking keburu-burunya dia tak take care sehingga menabrak sebatang kawat yang membentang di sekitar pemetak sawah.
Pukul 12.30 berkumpul di camp, setelah membersihkan segala perlatan manjat setelahnya memasak dan dilanjutkan dengan bobo siang-siang(BSS) setelah semua barang di packing kami beristirahat sejenak sambil menikmati peristiwa pembohongan besar-besaran (peramalan yang dilakukan oleh saudara Ria Suryani). Pukul 16.30 kami meninggalkan
Chimenk…….jalan panjang dan berjurang membuat yang kami tempuh, membuat saya.. tambah percaya diri , dan semangat dalam menapaki hidup ini.thanks bwt edel yang telah mengajariku buaaanyak hal..tiiiiing.
Memberi saran sebenarnya terlalu mewah buat kami, sebab menyadarkan diri saja belum usai. Tapi, jika hanya pikiran itu yang membumbung maka, kami tak akan berkembang. Beberapa saran yang mampu terekam dalam keliaran imajinasi kami:
- Berbagi dengan alam memang terlalu indah tapi, jangan sampai kita terbuai dengan keindahan itu dan lalu tak sadarkan diri;
- Sebenarnya hakikat kita belum terlampau jelas buat kami sebagai pemula, semoga kita semua bukan sekedar pecinta alam di atas kertas atau sekedar janji atau pengucapan kode etik pecinta alam secara formalitas saja/ pada saat diksar tapi, semoga kita mampu menanamkannya dalam jiwa masing-masing;
- Kebersamaan, tetap tumbuh dan berakar di antara kita.
Data personil
1. Nama : Firmansyah
Tempat/Tanggal Lahir : Camba, 30 OKTOBER 1986
Alamat :JL.kerukunan timur 16, BTP, H. 568A
Agama : Islam
Jurusan : Sastra Daerah
Golongan Darah : -
Suku/Bangsa : Bugis
Telepon/Hp : 0411-522 3887
Riwayat penyakit : Tipus
2. Nama : Ria Suryani
Tempat/Tanggal Lahir : Polewali, 08 Juli 1988
Alamat : BTP blok H 192
Agama : Islam
Jurusan : Sastra Inggris
Golongan Darah : B
Suku/Bangsa : Bugis-Mandar
Telepon/Hp : 085255429980
Riwayat penyakit : Sakit Kepala
3. Nama Lengkap : Patria Muhammad
Nama Panggilan : Patrik
Tempat / Tgl. Lah :Makassar, 21 September 1988
Agama : Islam
Jurusan : Sastra Daerah
Suku Bangsa : Bugis
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat :Mabes Edelweis FS-UH Tamalanrea
Telepon : (0411444736)
Riwayat Penyakit : Cacar
Hoby :Panjat Tebing, Sepak Bola, Main Musik
Gol. Darah : O
4. Nama Lengkap :Erwanti
Nama Panggilan : Anti
Tempat / Tgl. Lahir : Bone, 10 Juli 1988
Agama : Islam
Jurusan : Sastra Inggris
Suku Bangsa : Bugis
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Sahabat No. 7
Riwayat Penyakit : Cacar dan Asma
Hoby : Berpetualang
Gol. Darah : B
5. Nama Lengkap : Saenab
Nama Panggilan : Nena
Tempat / Tgl. Lahir : Makassar, 28 Februari 1988
Agama : Islam
Jurusan : Sastra Inggris
Suku Bangsa : Makassar
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : BTP.
Telepon : (081355844426)
Riwayat Penyakit : Cacar
Hoby : Membaca dan Makan
Gol. Darah : O
Read more...